Hari Jumat di bulan Ramadhan 1364
H, pukul 05.00 pagi WIB, fajar 17 Agustus 1945 memancar di ufuk timur. Embun
pagi masih menggelantung di tepian daun. Para pemimpin bangsa dan para tokoh
pemuda telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia hari
itu di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada pukul 10.00
pagi. Bung Hatta sempat berpesan kepada para pemuda yang bekerja pada pers dan
kantor-kantor berita, untuk memperbanyak naskah proklamasi dan menyebarkannya
ke seluruh dunia .
Menjelang pelaksanaan Proklamasi
Kemerdekaan, suasana di Jalan Pegangsaan Timur 56 cukup sibuk. Beberapa orang
bergegas mempersiapkan pengeras suara dan tiang bendera. Benderanya sendiri,
Sang Saka Merah Putih, yang dijahit dengan tangan oleh Nyonya Fatmawati
Soekarno, sudah siap. Bentuk dan ukuran bendera itu tidak standar, karena
kainnya berukuran tidak sempurna. Memang, kain itu awalnya tidak disiapkan
untuk bendera.
Sementara itu, rakyat yang telah
mengetahui akan dilaksanakan Proklamasi Kemerdekaan telah berkumpul. Rumah
Soekarno telah dipadati oleh sejumlah pemuda dan rakyat yang berbaris teratur.
Beberapa orang tampak gelisah, khawatir akan adanya pengacauan dari pihak
Jepang. Matahari sudah semakin tinggi, sementara Proklamasi belum juga dimulai.
Para pemuda yang tidak sabar, mulai mendesak Bung Karno untuk segera membacakan
teks Proklamasi. Namun, Bung Karno tidak mau membacakan teks Proklamasi tanpa
kehadiran Mohammad Hatta.
Lima menit sebelum acara resmi dimulai, Mohammad Hatta datang dengan pakaian putih-putih dan langsung menuju kamar Soekarno. Tak lama, keduanya menuju tempat upacara.
Lima menit sebelum acara resmi dimulai, Mohammad Hatta datang dengan pakaian putih-putih dan langsung menuju kamar Soekarno. Tak lama, keduanya menuju tempat upacara.
Upacara pembacaan teks Proklamasi
itu berlangsung sederhana, tanpa protokol. Latief Hendraningrat, salah seorang
anggota PETA (Pembela Tanah Air) segera memberi aba-aba kepada
seluruh barisan pemuda yang telah menunggu sejak pagi untuk berdiri. Kemudian
ia mempersilakan Soekarno dan Mohammad Hatta maju beberapa langkah mendekati
mikrofon. Dengan suara mantap dan jelas, Soekarno mengucapkan pidato
pendahuluan singkat sebelum membacakan teks proklamasi.
"Saudara-saudara sekalian!
Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib
tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani .
Saudara-saudara! Dengan ini kami
menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah Proklamasi kami. PROKLAMASI; Kami
bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia . Hal-hal yang
mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara
saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jakarta , 17 Agustus 1945.
Atas nama bangsa Indonesia, Soekarno/Hatta.
Demikianlah saudara-saudara! Kita
sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat Tanah Air kita
dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun negara kita! Negara merdeka!
Negara Republik Indonesia merdeka, kekal, dan abadi. Insya Allah, Tuhan
memberkati kemerdekaan kita itu".
Acara dilanjutkan dengan
pengibaran bendera Merah Putih. Bendera dinaikkan perlahan-lahan oleh Latief,
yang mengenakan seragam PETA berwarna hijau. Tanpa ada yang memimpin, para
hadirin dengan spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bendera dikerek dengan
lambat sekali, untuk menyesuaikan dengan irama lagu Indonesia Raya yang cukup
panjang. Seusai pengibaran bendera, dilanjutkan dengan pidato sambutan dari
Walikota Soewirjo dan dr. Muwardi.
Setelah upacara pembacaan Proklamasi Kemerdekaan selesai, ada sekelompok orang memasuki halaman rumah Soekarno. Mereka datang terlambat. Dengan suara lantang penuh kecewa, mereka meminta agar Bung Karno membacakan Proklamasi sekali lagi. Mendengar teriakan itu,
Setelah upacara pembacaan Proklamasi Kemerdekaan selesai, ada sekelompok orang memasuki halaman rumah Soekarno. Mereka datang terlambat. Dengan suara lantang penuh kecewa, mereka meminta agar Bung Karno membacakan Proklamasi sekali lagi. Mendengar teriakan itu,
Bung Karno menjelaskan bahwa
Proklamasi hanya diucapkan satu kali dan berlaku untuk selama-lamanya, kemudian
memberi amanat singkat.
Tidak lama setelah Bung Hatta
pulang, Latief Hendraningrat tercenung memikirkan kelalaiannya. Karena dicekam
suasana tegang, ia lupa menghubungi Produksi Film Negara (PFN) untuk
mendokumentasikan peristiwa itu. Untung ada Frans Mendur dari Indonesia Press Photo
Service (IPPHOS) yang plat filmnya tinggal tiga lembar (saat itu belum ada rol
film). Sehingga dari seluruh peristiwa bersejarah itu, dokumentasinya hanya ada
tiga;yakni sewaktu Bung Karno membacakan teks Proklamasi, pada saat pengibaran
bendera, dan satu lagi adalah foto hadirin yang menyaksikan peristiwa yang
sangat bersejarah itu.
M E R D E K A !!!!
0 komentar:
Posting Komentar